Jumat, 02 Agustus 2019

Korupsi Sudah Menjadi Budaya

Budaya yang saya maksud disini adalah suatu keberlangsungan sosial ketika sejumlah kesepakatan aturan, etika, norma hukum, logika politik dan rasionalitas birokrasi sengaja direlatifkan oleh pola-pola tertentu dari pelaku budaya bangsa.

Pada kasus tertentu, terjadi kebiasaan yang kemudian dianggap sebagai perbuatan yang lumrah dan tidak melanggar aturan. Disatu sisi, kebiasaan tersebut merupakan perbuatan yang tidak dapat diterima karena merugikan banyak orang. Sementara disisi lain, ia justru menjadi perbuatan yang digemari untuk meraih kesejahteraan individu atau kelompok.

Perbuatan-perbuatan tersebut kemudian menjelma menjadi seorang penjahat bangsa namun berwajah rupawan dan selalu berpenampilan rapi serta mengikuti gaya atau trend dan penjahat itu disebut KORUPTOR. Meski berbagai upaya sudah dilakukan  oleh negara untuk menekan jumlahnya atau  memberantas KORUPSI, namun pada kenyataan jumlahnya tetap saja berada diangka yang tinggi.

Korupsi Telah Membudaya


Tak dapat dipungkiri lagi, korupsi telah menjadi musuh bersama bangsa ini. Dimana perilaku itu merupakan perbuatan yang tumbuh dan berkembang sebagai kultural yang keberadaanya tetap terjaga hingga kini. perilaku korupsi di Indonesia tumbuh bak jamur yang sulit diberantas. Hal ini dikarenakan korupsi telah dianggap sebagai perbuatan yang biasa oleh masyarakat.

Bung Hatta pernah mengatakan ‘ Korupsi telah membudaya di Indonesia’. Pernyataan tersebut diucapkan Bung Hatta dalam kapasitasnya menjadi seorang penasehat Presiden Soeharto dalam upaya pemberantasan korupsi tahun 1970 silam. Hal itu menunjukan bahwa korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru, melainkan telah membudaya sejak dulu. 

Menilik dari benang merah historis, perilaku koruptif di Indonesia merupakan warisan kaum kolonial belanda. Perilaku koruptif itu telah bermetamarfosis sejak zaman kerajaan Indonesia, yakni kita mengenal istilah upeti yang harus dibayar masyarakat kepada para raja-raja demi kelancaran usaha.

Hal ini lah yang menjadi cikal bakal penyuapan di negeri ini. Penyuapan ini terus tumbuh dan berkembang hingga menjadi budaya korupsi yang terjadi diranah administrasi.

Suap Dan Gratifikasi


Pada dasarnya setiap pemberian merupakan gratifikasi. Namun tidak semua gratifikasi itu dilarang. pemberian atau gratifikasi yang dilarang adalah jika dalam pemberiannya berkaitan dengan jabatan sebagai pegawai negeri atau pejabat negara dan berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Gratifikasi sebenarnya beda-beda tipis dengan suap. Perbedaanya hanya terletak ada atau tidaknya kesepakatan yang mendasari perbuatan itu dilakukan. Gratifikasi merupakan investasi, sementara SUAP adalah bentuk perbuatan reaksional untuk mempermudah persoalan yang sedang terjadi.
Dua sub korupsi ini terjadi sebagian besar diranah adminstrasi pemerintahan atau pelayanan publik. 

Kita mengenal dengan istilah uang pelicin dan uang rokok yang diberikan masyarakat kepada pegawai atau petugas atau pejabat negara saat berurusan di kantor-kantor pemerintahan. Pemberian itu bertujuan untuk memperlancar urusan atau agar lebih diutamakan. Hal ini telah menjadi kebiasaan yang sulit dirubah, bahkan sudah menjadi tradisi wajib yang harus dilakukan saat berurusan di bidang administrasi.

Hal ini dikarenakan perbuatan itu dianggap lumrah dan wajar. Akibatnya masyarakat tak mengatahui bahwa itu merupakan salah satu bentuk korupsi. Bila terus di budayakan, maka nantinya akan berkembang keranah yang lebih besar seperti korupsi pembangunan oleh pejabat pemerintahan dengan cara mempermainkan tender proyek-proyek baik itu dari dana APBD dan APBN.

Perbuatan mempermaikan tender ini bisa dilakukan dengan memotong anggaran demi untuk keperluan pribadi atau dengan cara meminta bagian kepada pihak pemenang tender. Akibatnya pembangunan di bangsa ini akan selalu saja cacat.

Oleh karena itu, sudah menjadi tugas kita bersama untuk melawan korupsi. Kita harus mampu menjinakkan sosial budaya korupsi yang berkembang dalam masyarakat. Bila kita bisa merubah kebiasaan buruk yang berkembang dalam masyarakat itu, maka bukanlah suatu hal yang mustahil bangsa ini akan bersih dari korupsi.

Namun apabila kebiasaan buruk yang ada dalam masyarakat dibiarkan terus berkembang, maka negara yang bersih dari korupsi hanyalah sekedar cita-cita belaka. Sebab sekuat apapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bila tidak di iringi dengan tekat yang kuat untuk merubah kultur korupsi yang ada dalam masyarakat, maka korupsi tetap saja akan terus terjadi. 

Korupsi ibarat pohon, kebiasaan buruk dalam masyarakat merupakan akarnya, sementara perilaku korupsi adalah pohonnya. Logikanya, bila pohon ditebang, tetapi akarnya tidak dicabut, maka akan tumbuh tunas-tunas baru yang siap menjadi pohon berikutnya. Begitu juga korupsi, meski pelakunya banyak tertangkap, akan tetapi karena kebiasaan itu masih tertanam sejak masih menjadi masyarakat biasa, maka akan bermunculan koruptor-koruptor berikutnya.


Dan revolusi mental yang dicanang oleh Presiden Jokowi dalam periode pertama seakan tidak dilakukan dengan maksimal bahkan terlihat berjalan di tempat. Karena saat ini kita masih sering melihat di televisi dimana para koruptor selalu kena operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK.



Sampai kapan negara ini akan terbebas dari korupsi ??? Apakah kita hanya terus berharap ataukah kita nyatakan untuk akan melawan korptor ??? Ataukah kita harus bersabar hingga ALLAH memberikan petunjuk kepada para pejabat agar mereka mau menjadi pribadi yang lebih baik ??? Semua ini hanya harapan, dan harapan itu harus selalu ada dan tidak boleh hilang.




Salam,



Rudi Karetji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Korupsi Menjadi Jalan Pintas Untuk Mendapatkan dan Mempertahankan Kekuasaan

Korupsi sedang naik daun sudah tentu bersama dua kembaran nya yaitu kolusi dan nepotisme. Korupsi, kolusi, dan nepotisme di negeri ini telah...