Kamis, 14 November 2019

APBD MENJADI SARANA UNTUK MEMULUSKAN SYAHWAT POLITIK KEPALA DAERAH

Pemilihan kepala daerah atau pilkada potensial "dicengkeram" tindak korupsi, sehingga menihilkan proses  governance yang seharusnya menjadi prasyarat untuk membangun demokrasi yang berkualitas. Salah satu indikasinya, sebagian peserta pemilu juga mempunyai kapasitas sebagai pejabat negara dan mereka mempunyai potensi melakukan tindakan manipulasi atas kewenangan publiknya, seolah-olah bertindak untuk kepentingan publik. Ada beberapa wilayah "rawan" korupsi di dalam proses ataupun tahapan pemilu yang dapat dilakukan oleh peserta maupun penyelenggara pemilu.
Secara umum ada tiga wilayah yang "rawan" korupsi, sehingga potensial menyebabkan terjadinya kecurangan dan pelanggaran perundangan pemilu, yaitu antara lain sebagai berikut:
Pertama, sebagian pejabat negara dan kepala pemerintahan di daerah adalah orang partai yang notabene peserta pemilu, atau setidaknya, pihak yang mempunyai afiliasi dan kedekatan politik tertentu yang berkaitan dengan posisi dan jabatannya. Pejabat negara atau kepala daerah dan wakil kepala daerah, tersebut mempunyai potensi untuk menggunakan APBD untuk dapat mencapai ambisinya politiknya agar dapat terpilih kembali 
Pada level yang paling konvensional, tindakan pejabat negara dimaksud hanya berupa penggunaan atau pemberian sarana dan kesempatan atas fasilitas negara, seolah-olah untuk kepentingan publik. Misalnya saja penggunaan aset pemerintahan, dan melakukan perjalanan dinas yang menggunakan uang negara tapi dipakai untuk melakukan konsolidasi partai sebagai peserta pemilu, ini sudah sering dilakukan dan itu sah-sah saja serta di benarkan karena sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah..
Di dalam tingkat yang lebih "advanced", kewenangan publik yang dimiliki pejabat negara dan kepala pemerintahan digunakan untuk mendapatkan "rente" ekonomi dan politik dari pihak ketiga. Misalnya, mengkapitalisasi kewenangan yang berkaitan dengan perizinan untuk mendapatkan "sumbangan dana" atau memberikan "privilege" dengan kompensasi tertentu bila berpihak atau menjadi donatur kepala daerah untuk pilkada. Disinilah terjadi transaksi lewat proyek-proyek yang di berikan oleh kepala faerah kepada pengusaha, dan ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum.
Kedua, penyusunan anggaran pada instansi teknis, departemen, ataupun APBD, serta pelaksanaan proyek yang dibiayai APBD pada akhir tahun mata anggaran rawan untuk dimanipulasi. Kepala daerah, melalui bank milik daerah atau kalangan profesional, dapat "menggunakan" dana APBD melalui permainan di "pasar uang" yang hasilnya disumbangkan kepada partai peserta pemilu. Hal serupa juga potensial terjadi pada BUMD. Fungsi pengawasan yang seharusnya dilakukan parlemen juga akan melemah, karena sebagian anggota parlemen juga punya kepentingan untuk mengkapitalisasi dana agar konsolidasi sumber daya yang dilakukan partai peserta pemilu dengan "eksploitasi" sumber keuangan negara melalui kewenangan publik dapat dilakukan. Misalnya, melaksanakan proyek mercusuar dan/atau konversi program bantuan sosial yang akuntabilitasnya sulit dipertanggungjawabkan.
Ketiga, penyelenggara pemilu menyiasati proses pengadaan barang melalui tender "kolusif" atau penunjukan langsung dengan alasan situasi "darurat" dalam melaksanakan tahapan pemilu. Dana pemilu yang diberikan penyelenggara pemilu untuk membiayai PILKADA, Biasanya, keterlambatan pengeluaran dana dan adanya tahapan yang menumpuk dalam pelaksanaan tahapan pilkada, menyebabkan kontrol menjadi terbatas dan sekaligus membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kewenangan dalam penyelenggaraan tahapan pemilu.
Politik uang untuk mempengaruhi pemilih dan penyalahgunaan kewenangan pejabat pelaksana pemilu potensial dilakukan pada tahapan ini. Sikap dan perilaku kolusif karena keberpihakan, favoritisme, dan afiliasi terselubung biasa terjadi sehingga pelaksana pemungutan dan penghitungan suara harus dikontrol para pemilih. Hal serupa juga dapat terjadi pada tahapan penetapan pemenang pemilu di KPUD kabupaten/kota dan provinsi,  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Korupsi Menjadi Jalan Pintas Untuk Mendapatkan dan Mempertahankan Kekuasaan

Korupsi sedang naik daun sudah tentu bersama dua kembaran nya yaitu kolusi dan nepotisme. Korupsi, kolusi, dan nepotisme di negeri ini telah...