Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 mengenai Pedoman
Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (Permendagri 32/2011) memberikan definisi Hibah dan Bantuan Sosial
(Bansos), sebagai berikut:
1. Hibah merupakan pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada
pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan
organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya,
bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan
untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
2. Bansos merupakan pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah
kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara
terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan
terjadinya resiko sosial.
Belanja Hibah dan Bansos merupakan dua kode rekening yang saat ini menjadi
banyak perhatian publik. Kedua rekening tersebut memiliki kepentingan yang perlu
diakomodir yaitu membantu tugas pemerintah daerah dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat, menanggulangi penyakit sosial akibat resiko sosial masyarakat serta juga
memuat kepentingan politik dalam arti luas. Dalam perjalanan pengelolaannya, Hibah dan
Bansos telah mengalami berbagai permasalahan baik dalam tahap perencanaan,
Hasil pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan terdapat banyak temuan pengendalian dan
kepatuhan dalam pengelolaan Hibah dan Bansos. Tidak sedikit juga permasalahan
pengelolaan Hibah dan Bansos tersebut membawa Kepala Daerah dan pengelolanya ke
dalam pemasalahan hukum.
Dalam prakteknya, penganggaran dan pelaksanaan Hibah dan Bansos masih
dalam kondisi yang tidak jelas. Pertama, penganggaran Hibah dan Bansos yang seharusnya
sudah pasti nama penerima dan besarannya, namun tidak sedikit penentuan peruntukan
Hibah dan Bansos biasanya masih ditetapkan dalam Keputusan Kepala Daerah yang
terpisah dengan Peraturan Daerah (Perda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), belum menjadi bagian dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA). Kedua,
sebagian dana Hibah dan Bansos dalam dokumen anggaran masih bersifat gelondongan,
biasanya hanya sampai jenis belanja dan tidak sampai rincian dan objek (belum ditetapkan
siapa penerimanya). Seiring waktu pelaksanaan APBD, baru akan ditentukan peruntukkan
dan siapa penerimanya.
Berdasarkan kajian yang dilakukan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menemukan adanya relasi Hibah dan Bansos APBD terkait pelaksanaan Pemilihan Umum
Kepala Daerah (Pemilukada). KPK juga menemukan kecenderungan dana Hibah
mengalami kenaikan menjelang pelaksanaan Pemilukada. Selain itu, didapati juga fakta banyaknya tindak pidana korupsi yang diakibatkan
penyalahgunaan kedua anggaran tersebut.
Saat ini lagi tren penggunaan dana Bansos terhadap
Pemilukada, menjadi dana Hibah yang memiliki korelasi lebih kuat. Dimana terjadi peningkatan persentase dana
Hibah terhadap total belanja. Kenaikan juga terjadi pada dana Hibah di daerah yang
melaksanakan Pemilukada, yaitu pada tahun pelaksanaan Pemilukada dan satu tahun
menjelang pelaksanaan Pemilukada. Yang jadi pertanyaannya saat ini adalah; Apakah benar dana hibah dan bansos menjadi alat politik kepala daerah untuk mempertahankan jabatan dan kekuasaanya, atau hanya untuk memperkaya diri pejabat daerah termasuk kepala daerah dan wakil kepala daerah ? Ini masih menjadi rahasia sang waktu.
Medio Nopember
Rudi Karetji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar