Jumat, 15 November 2019

HIBAH DAN BANSOS MENJADI SESUATU YANG MUDAH DAN ENAK.DINIKMATI

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 mengenai Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Permendagri 32/2011) memberikan definisi Hibah dan Bantuan Sosial (Bansos), sebagai berikut:  

1. Hibah merupakan pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. 

2. Bansos merupakan pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. 

Belanja Hibah dan Bansos merupakan dua kode rekening yang saat ini menjadi banyak perhatian publik. Kedua rekening tersebut memiliki kepentingan yang perlu diakomodir yaitu membantu tugas pemerintah daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, menanggulangi penyakit sosial akibat resiko sosial masyarakat serta juga memuat kepentingan politik dalam arti luas. Dalam perjalanan pengelolaannya, Hibah dan Bansos telah mengalami berbagai permasalahan baik dalam tahap perencanaan, 

Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan terdapat banyak temuan pengendalian dan kepatuhan dalam pengelolaan Hibah dan Bansos. Tidak sedikit juga permasalahan pengelolaan Hibah dan Bansos tersebut membawa Kepala Daerah dan pengelolanya ke dalam pemasalahan hukum. 

Dalam prakteknya, penganggaran dan pelaksanaan Hibah dan Bansos masih dalam kondisi yang tidak jelas. Pertama, penganggaran Hibah dan Bansos yang seharusnya sudah pasti nama penerima dan besarannya, namun tidak sedikit penentuan peruntukan Hibah dan Bansos biasanya masih ditetapkan dalam Keputusan Kepala Daerah yang terpisah dengan Peraturan Daerah (Perda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), belum menjadi bagian dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA). Kedua, sebagian dana Hibah dan Bansos dalam dokumen anggaran masih bersifat gelondongan, biasanya hanya sampai jenis belanja dan tidak sampai rincian dan objek (belum ditetapkan siapa penerimanya). Seiring waktu pelaksanaan APBD, baru akan ditentukan peruntukkan dan siapa penerimanya.

Berdasarkan kajian yang dilakukan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya relasi Hibah dan Bansos APBD terkait pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). KPK juga menemukan kecenderungan dana Hibah mengalami kenaikan menjelang pelaksanaan Pemilukada. Selain itu, didapati juga fakta banyaknya tindak pidana korupsi yang diakibatkan penyalahgunaan kedua anggaran tersebut.

Saat ini lagi tren penggunaan dana Bansos terhadap Pemilukada, menjadi dana Hibah yang memiliki korelasi lebih kuat. Dimana terjadi peningkatan persentase dana Hibah terhadap total belanja. Kenaikan juga terjadi pada dana Hibah di daerah yang melaksanakan Pemilukada, yaitu pada tahun pelaksanaan Pemilukada dan satu tahun menjelang pelaksanaan Pemilukada. Yang jadi pertanyaannya saat ini adalah; Apakah benar dana hibah dan bansos menjadi alat politik kepala daerah untuk mempertahankan jabatan dan kekuasaanya, atau hanya untuk memperkaya diri pejabat daerah termasuk kepala daerah dan wakil kepala daerah ? Ini masih menjadi rahasia sang waktu.

Karena dana hibah dan bansos yang paling mudah di curi dan hampir setiap tahun dari laporan BPK selalu saja ada temuan-temuan dana bansos dan hibah yang belum atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. 



Medio Nopember
Rudi Karetji


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Korupsi Menjadi Jalan Pintas Untuk Mendapatkan dan Mempertahankan Kekuasaan

Korupsi sedang naik daun sudah tentu bersama dua kembaran nya yaitu kolusi dan nepotisme. Korupsi, kolusi, dan nepotisme di negeri ini telah...